Beranda | Artikel
Gerbang Ramadan Menuju Kejayaan
1 hari lalu

Bismillah.

Di antara perkara yang sangat menggembirakan adalah berita hadirnya bulan Ramadan di hadapan kita, tidak lama lagi insyaAllah. Apa yang sudah kita siapkan untuk memasukinya? Apa yang perlu kita lakukan sebelum menjumpainya?

Bukan sekadar puasa

Perlu kita ingat, bahwa Ramadan yang kita temui bukan sekadar waktu untuk berpuasa, menahan haus dan lapar saja. Lebih daripada itu, puasa yang dikehendaki adalah yang dilakukan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan dalam keadaan beriman dan mengharapkan pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa ini akan membuahkan pahala dan surga apabila dibangun di atas keimanan, di atas tauhid, dan dengan senantiasa berpegang-teguh dengan sunah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam melaksanakannya. Sebab, amal yang tidak dituntunkan tidak akan diterima. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan berasal darinya, maka hal itu pasti tertolak/tidak diterima.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa perlu pondasi

Sebagaimana amal ibadah yang lainnya, puasa membutuhkan pondasi tegaknya amalan, yaitu: keikhlasan, iman, dan tauhid kepada Allah. Sebab, Allah tidak akan menerima amal dari orang kafir dan musyrik. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu, ‘Sungguh, apabila kamu berbuat syirik, maka pasti lenyap semua amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.’ ” (QS. Az-Zumar: 65)

Karena itulah, puasa bukan sekadar menahan haus dan lapar atau hubungan biologis. Puasa dibangun di atas nilai-nilai takwa. Puasa ditegakkan di atas ittiba’ atau kesetiaan untuk mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga, kecuali orang yang enggan.” Orang-orang pun bertanya kepada beliau, “Siapakah orang yang enggan itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,

مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Barangsiapa taat kepadaku, maka masuk surga, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dialah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Ini kewajiban besar!

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa puasa Ramadan termasuk dalam rukun Islam. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kita tidak boleh meremehkannya, sebagaimana kita pun tidak boleh meremehkan amal-amal yang lain. Agungnya ibadah puasa dapat kita petik dari agungnya hikmah disyariatkannya puasa.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Allah tujukan panggilan ini kepada mereka yang Allah berikan nikmat iman di dalam hatinya. Allah seolah mengingatkan bahwa di antara bentuk mensyukuri nikmat iman itu adalah dengan menjalankan ibadah puasa. Sebuah kewajiban yang ditetapkan untuk umat ini dan umat-umat sebelumnya, demi menggapai sebuah tujuan agung nan mulia, yaitu takwa.

Dan di antara bentuk keindahan dan keajaiban kalamullah, Allah jadikan perintah puasa demi meraih takwa, sebagaimana Allah jadikan perintah tauhid (kewajiban terbesar) juga untuk meraih takwa. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian, Yang menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلَا يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا

“Hak Allah atas segenap hamba adalah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Puasa itu ibadah

Sebagaimana juga yang telah sering disampaikan oleh para ustaz bahwa hakikat ibadah adalah segala hal yang dicintai oleh Allah dan diridai-Nya, baik berupa ucapan dan perbuatan, yang lahir maupun yang batin. Inilah definisi ibadah yang dipaparkan oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Al-’Ubudiyah.

Allah memerintahkan ibadah puasa. Hal itu menunjukkan bahwa Allah mencintai dan meridai-Nya. Oleh sebab itu, Allah juga menjanjikan pahala dan ampunan bagi kaum muslimin yang menjalankan puasa sesuai dengan syariat-Nya. Ibadah kepada Allah dibangun di atas kecintaan dan pengagungan kepada-Nya. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Nuniyah-nya juga menyampaikan bahwa hakikat ibadah adalah perpaduan antara puncak perendahan diri dengan puncak kecintaan.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً  الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعاً

“Katakanlah, maukah aku beritakan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya, yaitu orang-orang yang sia-sia amal usahanya di dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah melakukan kebaikan dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 103-104)

Agungnya ibadah puasa

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa adalah perisai. Oleh sebab itu, janganlah berkata-kata kotor dan berbuat bodoh. Apabila ada orang yang memerangi atau mencacinya, hendaklah dia berkata, ‘Aku puasa.’ sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Jabir radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Rabb kita ‘Azza Wajalla berkata, ‘Puasa adalah perisai yang melindungi diri seorang hamba dari neraka. Dan puasa itu untuk-Ku. Akulah yang akan membalasnya.’ ” (HR. Ahmad)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Puasa adalah perisai dan benteng kokoh yang melindungi dari api neraka.” (HR. Ahmad)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan. Gembira ketika berbuka (berhari raya), dan gembira ketika berjumpa dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya surga itu memiliki delapan pintu gerbang. Di antaranya ada sebuah pintu bernama’ Ar-Rayyan’. Tidaklah memasukinya, kecuali orang-orang yang berpuasa.” (HR. Bukhari)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga golongan yang tidak akan ditolak doanya: seorang pemimpin yang adil; orang yang berpuasa sampai dia berbuka; dan doanya orang yang terzalimi…” (HR. Ibnu Majah)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ketika berbuka, orang yang berpuasa memiliki kesempatan memanjatkan doa yang tidak akan ditolak.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Dari Hudzaifah radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa berpuasa pada suatu hari demi mencari wajah Allah dan dia mati dalam keadaan itu, niscaya akan masuk surga.” (HR. Ahmad)

Dari Abu Umamah radhiyallahu ’anhu, dia berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dengan itu aku bisa masuk surga.” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu berpuasa, sesungguhnya tidak ada yang serupa dengannya.” (HR. Ibnu Hibban)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan tindakan dusta serta perilaku bodoh, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud, lafal milik Abu Dawud)

Ash-Shan’ani rahimahullah menjelaskan bahwa hadis ini merupakan dalil diharamkannya berkata-kata dusta dan bertindak bohong serta diharamkannya berperilaku bodoh (dungu) bagi orang yang berpuasa. Dan kedua bentuk perbuatan ini juga diharamkan bagi orang yang sedang tidak berpuasa. Hanya saja, pengharaman hal itu bagi orang yang berpuasa lebih ditekankan, seperti pengharaman zina bagi orang yang sudah tua renta dan diharamkannya sombong bagi orang miskin. (lihat Subul As-Salam, 2: 876)

***

Penulis: Ari Wahyudi


Artikel asli: https://muslim.or.id/103632-gerbang-ramadan-menuju-kejayaan.html